Secangkir teh Earl Grey ditaruh dengan penuh hentakan pada meja kayu eboni. Untung saja minuman hangat di cangkir bergambar bunga poppy ini tak lagi terisi penuh. Kalau tidak, mungkin laptop yang ada ditengah meja terkena dampaknya. Kibor bisa basah kena tumpahan teh.
Reaksi terkejut itu jelas tidak dibuat-buat. Terpampang jelas di pantulan monitor laptop, sorot tajam mata wanita berambut panjang itu begitu mengerikan. Kedua bola mata hitamnya terpatri pada satu titik di tengah layar monitor. Apa yang diprediksi selama ini ternyata akan terjadi dalam hitungan hari.
Reaksi lain ditunjukkan oleh wanita itu. Otaknya yang baru saja rileks karena menikmati aroma dan rasa minuman hangat kesukaannya langsung terdistraksi fokus yang lain. Wajah bersahabat, senyum hangat, dan sorot mata penuh optimisme itu, sebentar lagi semuanya tak hanya dapat dilihat di layar monitor laptop. Itu pun jika kenyataan berniat mempertemukan mereka berdua kembali.
“Welcome to London,” bibir si wanita membisikkan sesuatu. Padahal, bukan kebiasaannya menyambut kedatangan seseorang.
“Twinkle, twinkle little star. How I wonder what you are?” Suara lagu anak-anak mengalun sayup dari balik pintu berukiran emas. Tak berapa lama kemudian, alunan lagu ceria itu terkontaminasi suara tangis. Ternyata, si manusia kecil tengah terbangun. Sejenak, roman terkejut si wanita larut digantikan kedipan mata berulang. Selamat datang di panggung realitas! Bagaikan terbangun dari mimpi, logika pun menampar hati untuk membuang masa lalu jauh-jauh. Wajah bersahabat itu, senyum hangat itu, maupun sorot mata optimis itu, seharusnya sudah dilupakan.
Judul : Love in London
Karya : Silvarani
Download : Love in London.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.