Laki-laki itu mendekat dengan gerakan lamban. Tapi, Katya Nefertiti bisa merasakan rambut tangannya berdiri. Dia mundur dan berusaha menjaga jarak, bibirnya menggumamkan permohonan maaf yang tidak terlalu jelas. Rasa takut menghunjam, membuat Katya merasa perutnya mulas. Jantungnya berdegup-degup, menciptakan suara deru berisik di telinga.
“Kau bilang apa?”
“Aku mintamaaf. Aku tidak sengaja me…,” Katya berhenti. Punggungnya sudah menempel di dinding. Laki-laki itu mendekat, dengan ekspresi dingin dan sinar mata menyilet, Rasa takut membuat tubuh Katya menjadi kaku.
“Kau kira, permintaan maafmu akan menyelesaikan semua?Kau harus banyak belajar karena tak pernah becus melakukan apa pun,” laki-laki itu mengangkat tangan kanannya. Sebelum tangan ini terayun pun, Katya tahu apa yang akan terjadi padanya. Jeritannya meledak tanpa kendali dan Katya membuka mata dengan napas memburu. Kedua tangannya menyilang di depan wajah.
Perempuan itu menarik napas lega seraya menggumamkan hamdalah karena ternyata dia cuma bermimpi. Tubuhnya memang dibanjiri keringat dingin. Tapi, mimpi luar biasa buruk pun jauh lebih baik dibandingkan harus berhadapan lagi dengan masa lalu yang menggentarkan itu.
Katya duduk di ranjang, rasa kantuknya sudah mendebu. Mengambil air wudu dan melakukan shalat malam tampaknya lebih masuk akal.
Sebastian Meir bersandar di kursinya seraya memejamkan mata. Seakan dengan begitu dia bisa mereduksi aneka perasaan ak nyaman yang meriuhkan benaknya. Tidak ada yang berjalan lancar selama seminggu ini, terutama yang berkaitan dengan Bridget Randall.
Karya : Indah Hanaco
Download : Love In EdinBurgh.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.