Empat perempuan bersahabat sejak kecil. Shakuntala si pem- berontak. Cok si binal. Yasmin si “jaim”. Dan Laila, si lugu yang sedang bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri.
Tapi diam-diam dua di antara sahabat itu menyimpan rasa kagum pada seorang pemuda dari masa silam: Saman, seorang aktivis yang menjadi buron dalam masa rezim militer Orde Baru. Kepada Yasmin, atau Lailakah, Saman akhirnya jatuh cinta?
***
Sejak terbit bersamaan dengan Reformasi, Saman tetap diminati dan telah diterjemahkan ke delapan bahasa asing. Novel ini mendapat penghargaan dari dalam dan luar negeri karena mendobrak tabu dan memperluas cakrawala sastra.
Karya klasik yang wajib dibaca.
Saman mampu menangkap carut-marut zamannya dan mengisahkan- nya dengan fasih, bahkan tanpa beban. Suatu zaman yang hiruk pikuk dengan peristiwa maupun lalu lintas informasi kultural, sehingga sering sukar dipahami... ada daya magnet yang membuat pembaca tidak ingin melepaskannya. -JB Kristanto, Kompas
Pembicaraan tentang seks, cinta, politik, dan agama serta perasaan- perasaan yang saling bertaut antar para tokoh digambarkan tanpa rigiditas, tanpa beban, bebas sebebas-bebasnya bagai seorang Ursula Brangwen tokoh utama penulis D.H. Lawrence yang menari di atas bukit sembari bertelanjang tanpa persoalan. Tetapi, seluruh sikap para tokohnya yang mempertanyakan Tuhan, persenggamaan, hubungan antar-manusia itu juga sangat diperhitungkan dan menggunakan bahan riset dan perencanaan yang cermat dan kuat.... Lebih menarik lagi, dengan begitu banyak fakta sehari-hari dan berbagai perbenturan pemikiran, roman ini tidak jatuh kepada sebuah karya yang sekadar serebral dan intelektual belaka, tetapi ia berhasil menyentuh emosi. -Leila S. Chudori, D&R
Setiap rinci peristiwa dibangun berdasarkan riset yang rigid yang meng- ingatkan kita pada roman-roman Pramoedya Ananta Toer.... Keleluasaan dalam menggunakan bahasa kemungkinan dipengaruhi pula oleh pandangan betapa ambigu sesungguhnya moralitas itu seperti juga tampak dalam Saman. Perselingkuhan, tugas pastoral yang suci, percintaan yang sembunyi-sembunyi tidak didudukkan dalam sebuah “kursi moralitas yang hitam putih”.... Tapi itulah justru kelebihan (lain) Saman. Ia tidak sedang meneriakkan dogma. -Arif Zulkifli, Media Indonesia
Dahsyat... memamerkan teknik komposisi yang sepanjang pengeta- huan saya belum pernah dicoba pengarang lain di Indonesia, bahkan mungkin di negeri lain. -Sapardi Djoko Damono
Pada beberapa tempat yang merupakan puncak pencapaiannya, kata- kata bagaikan bercahaya seperti kristal. -Ignas Kleden
...di dalam sejarah sastra Indonesia tak ada novel yang sekaya novel ini... Lebih kaya daripada Para Priyayi Umar Kayam dan Ziarah Iwan Simatupang. -Faruk H.T.
Superb, splendid... Novel ini dapat dinikmati dan berguna sejati hanya bagi pembaca yang dewasa. Bahkan amat dewasa. Dan jujur. Khususnya mengenai dimensi-dimensi politik, antropologi sosial, dan teristimewa lagi agama dan iman. - Y.B. Mangunwijaya
Saya kira susah ditandingi penulis-penulis muda sekarang. Penulis tua pun belum tentu bisa menandingi dia. -Umar Kayam
Integritas penulisnya tinggi... Saya tidak kuat melanjutkannya. Melanjutkan membaca ini rasanya saya jadi tapol lagi. -Pramoedya Ananta Toer
Detail Buku:
Judul: SamanPenulis: Ayu Utami
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Cet. ke-31, 2013
ISBN: 978-979-91-0570-7
Page: 223
Besar file: 4,12Mb
Baca-Download: Google Drive
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.