REQUEST ANDRIANTO DARI GRUP superebooknovelgratis
Sinopsis:
Tahun ini, Sophie dan Agatha digadang-gadang menjadi murid Sekolah Kebaikan dan Kejahatan yang legendaris, tempat anak-anak laki-laki dan perempuan dididik menjadi pahlawan dan penjahat dalam dongeng. Dengan gaun pink, sepatu kaca, dan ketaatannya pada kebajikan, Sophie sangat yakin akan menjadi lulusan terbaik Sekolah Kebaikan sebagai putri dalam dongeng. Sementara itu, Agatha, dengan rok terusan warna hitam yang tak berlekuk, kucing peliharaan yang nakal, dan kebenciannya pada hampir semua orang, tampak wajar dan alami untuk menjadi murid Sekolah Kejahatan.
Namun ketika kedua gadis itu diculik oleh Sang Guru, terjadi sebuah kesalahan. Sophie dibuang ke Sekolah Kejahatan untuk mempelajari Kutukan Kematian; sementara Agatha masuk ke Sekolah Kebaikan bersama para pangeran tampan dan putri cantik mempelajari Etiket Putri. Bagaimana jika ternyata kesalahan ini adalah petunjuk pertama untuk mengungkap diri Sophie dan Agatha yang sesungguhnya?
Sekolah Kebaikan dan Kejahatan menawarkan petualangan luar biasa dalam dunia dongeng yang menakjubkan, di mana satu-satunya jalan keluar dari dongeng adalah... bertahan hidup. Di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan, kalah bertarung dalam dongengmu bukanlah pilihan.
Buku ini adalah buku pertama dari triologi School for Good and Evil. Terbitnya di New York itu pertama kali pas tahun 2013, tapi baru ada di Indonesia tahun 2014. Buku ini menceritakan tentang dua anak cewek, Sophie dan Agatha. Mereka berdua punya kepribadian dan bentuk fisik yang kontras.
Sophie rambutnya pirang panjang, kulitnya putih merona, cantikkkk banget kayak putri. Hobinya dandan dan ngumpulin berbagai jenis tanaman buat bahan kecantikan kulitnya. Sophie suka nolongin orang (tapi sebenernya nolongnya ini gak ikhlas. Biar dia dapet kesan baik gitu di mata orang-orang. Dan cara nolongnya ini agak gak masuk akal gitu. Ah, intinya menurut saya ini bukan nolong, tapi bagi Sophie, dia ngerasa tindakannya itu ngebantu orang.)
Sedangkan Agatha, rambutnya hitam sebahu, kulitnya pucat, selalu pake pakaian serba hitam, dan rumahnya itu jauh kepisah dari pemukiman penduduk. Yup! rumahnya di kuburan (serius serem kan). Agatha gak cantik, kurus kerempeng kata deskripsinya (tapi saya tetep favoritin dia gimana nih). Anaknya anti sosial dan sarkas sama semua orang, uniknya lagi... dia punya pola pikir yang beda dari Sophie. Kalau Sophie itu terobsesi jadi putri dan selalu mikirin segala hal berbau dongeng dan khayal, Agatha mikirnya lebih realistis. Agatha ini selalu dianggap jahat, buruk rupa dan cocok banget buat jadi penyihir.
Suatu hari mereka berdua ini diculik ke dunia dongeng oleh 'Sang Guru'. Mereka dimasukin ke sekolah dongeng. Gak ada yang bisa keluar dari dunia itu, satu-satunya jalan keluar cuma melalui dongeng. Jadi mereka harus merajut kisah mereka dalam bentuk dongeng dan jadi pemeran di dalamnya dulu baru bisa terbebas dari sana.
Di sekolah ini ada dua bagian utama. Sebelah bagian punya sekolah kebaikan, dan bagian lainnya punya sekolah kejahatan. Di tengahnya ada jembatan pemisah dan pembatas tak terlihat. Isi sekolah itu sesuai hati murid-muridnya. Yang baik bersama yang baik, yang jahat bersama yang jahat. Gak ada yang pernah bisa ngelewatin pembatas itu.
Masalah mulai masuk di sini. Agatha malah dimasukkin ke sekolah kebaikan. Iya, kebaikan! Sedangkan Sophie kejahatan. Sumpah ini bagian favorit saya. Mereka berdua tuh mikir kalau ada kesalahan. Bahkan mereka udah berusaha tukeran posisi biar Sophie masuk ke sekolah baik dan Agatha sebaliknya. Bahkan hebatnya lagi, Agatha sama Sophie bisa melalui dinding pembatas itu!!! Kalian harus baca percakapan Agatha sama refleksi dirinya sendiri di perbatasan itu. Percakapan kerennya itu yang ngebuat refleksi dirinya kalah dan akhirnya ngizinin dia masuk ke sekolah kejahatan. Arghhh! Soman Chainani pikirannya kece bagi saya.
Ada masalah lain... putra Raja Arthur ikut andil di dongeng ini. Namanya Tedros. Diceritain di sini Tedros itu ganteng, badannya bagus dan blablabla. Well, novel ini emang ngangkat bumbu romance sedikit, tapi gak apalah. Jujur aja, secara pribadi saya gak suka sama Tedros. Karena sebagai cowok Tedros ini bego! Kenapa saya bilang bego? Dia ini ragu-ragu dalam milih. Cinta sejati Tedros tuh aslinya Agatha, cuma bodohnya mata Tedros ini rada buta dan selalu ngira pasangannya itu Sophie.
Nah, seiring dengan berjalannya cerita, pokoknya nanti diceritain Agatha itu setia kawan dan bener-bener selalu nolongin serta nurutin egonya si Sophie. Di sini deh keliatan banget kalo Soman itu berusaha nanamin ke pembaca kalau Agatha emang pantes masuk sekolah kebaikan. Hati Agatha itu ternyata emang murni. Soman berasa kayak ngajarin ke kita kalau orang sarkas, buruk rupa, introvert, dan segala hal negatif lainnya itu belum tentu buruk secara keseluruhan. Nilailah sesuatu dari niat dan hatinya. Mellow gak sihhh?
Selama cerita ini juga ditunjukin banget sifat asli Sophie. Sophie itu punya keegoisan tingkat dewa dan menghalalkan segala cara buat dapetin apa yang dia mau. Tapi lagi-lagi si Soman ini pinterrrr! Dia selalu ngedeskripsiin kalo Sophie itu gak berniat jahat, dan selalu aja kasih alasan kenapa Sophie terpaksa lakuin hal itu (menurut saya sih alasannya gak logis. Intinya saya tahu Sophie itu jahat dan benci banget sama kelakuannya walaupun dia kasih alasan pembelaan di cerita ini kalau Sophie itu baik). Saya berasa dapet pelajaran kalau kita itu jangan mandang orang dari fisik dan mudah kepengaruh sama omongan/alasan orang doang. Intinya jangan mudah kehasut deh. Pikirin lagi pake logika dan lihat faktanya.
Balik lagi ke cerita. Tanpa mereka sadari, storian (penulis dongeng yang berupa pena bulu), udah nulis dongeng tentang mereka. Mereka gak bisa lari dan harus nyelesain perjalanan dongeng mereka sampe tuntas.
Ending ceritanya asdfghjkl bener-bener anti mainstream dan bikin saya mangappppp! Tapi di balik itu, ada arti persahabatan yang kental di sini. Salutlah sama Agatha yang berjiwa tegar serta ngehargain persahabatan banget. Bahkan Agatha itu rela banget ngelindungin Sophie yang bahkan udah jadi penyihir jahat serta niat bunuh dia. Pengorbanan abis!
Namun ketika kedua gadis itu diculik oleh Sang Guru, terjadi sebuah kesalahan. Sophie dibuang ke Sekolah Kejahatan untuk mempelajari Kutukan Kematian; sementara Agatha masuk ke Sekolah Kebaikan bersama para pangeran tampan dan putri cantik mempelajari Etiket Putri. Bagaimana jika ternyata kesalahan ini adalah petunjuk pertama untuk mengungkap diri Sophie dan Agatha yang sesungguhnya?
Sekolah Kebaikan dan Kejahatan menawarkan petualangan luar biasa dalam dunia dongeng yang menakjubkan, di mana satu-satunya jalan keluar dari dongeng adalah... bertahan hidup. Di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan, kalah bertarung dalam dongengmu bukanlah pilihan.
Buku ini adalah buku pertama dari triologi School for Good and Evil. Terbitnya di New York itu pertama kali pas tahun 2013, tapi baru ada di Indonesia tahun 2014. Buku ini menceritakan tentang dua anak cewek, Sophie dan Agatha. Mereka berdua punya kepribadian dan bentuk fisik yang kontras.
Sophie rambutnya pirang panjang, kulitnya putih merona, cantikkkk banget kayak putri. Hobinya dandan dan ngumpulin berbagai jenis tanaman buat bahan kecantikan kulitnya. Sophie suka nolongin orang (tapi sebenernya nolongnya ini gak ikhlas. Biar dia dapet kesan baik gitu di mata orang-orang. Dan cara nolongnya ini agak gak masuk akal gitu. Ah, intinya menurut saya ini bukan nolong, tapi bagi Sophie, dia ngerasa tindakannya itu ngebantu orang.)
Sedangkan Agatha, rambutnya hitam sebahu, kulitnya pucat, selalu pake pakaian serba hitam, dan rumahnya itu jauh kepisah dari pemukiman penduduk. Yup! rumahnya di kuburan (serius serem kan). Agatha gak cantik, kurus kerempeng kata deskripsinya (tapi saya tetep favoritin dia gimana nih). Anaknya anti sosial dan sarkas sama semua orang, uniknya lagi... dia punya pola pikir yang beda dari Sophie. Kalau Sophie itu terobsesi jadi putri dan selalu mikirin segala hal berbau dongeng dan khayal, Agatha mikirnya lebih realistis. Agatha ini selalu dianggap jahat, buruk rupa dan cocok banget buat jadi penyihir.
Suatu hari mereka berdua ini diculik ke dunia dongeng oleh 'Sang Guru'. Mereka dimasukin ke sekolah dongeng. Gak ada yang bisa keluar dari dunia itu, satu-satunya jalan keluar cuma melalui dongeng. Jadi mereka harus merajut kisah mereka dalam bentuk dongeng dan jadi pemeran di dalamnya dulu baru bisa terbebas dari sana.
Di sekolah ini ada dua bagian utama. Sebelah bagian punya sekolah kebaikan, dan bagian lainnya punya sekolah kejahatan. Di tengahnya ada jembatan pemisah dan pembatas tak terlihat. Isi sekolah itu sesuai hati murid-muridnya. Yang baik bersama yang baik, yang jahat bersama yang jahat. Gak ada yang pernah bisa ngelewatin pembatas itu.
Masalah mulai masuk di sini. Agatha malah dimasukkin ke sekolah kebaikan. Iya, kebaikan! Sedangkan Sophie kejahatan. Sumpah ini bagian favorit saya. Mereka berdua tuh mikir kalau ada kesalahan. Bahkan mereka udah berusaha tukeran posisi biar Sophie masuk ke sekolah baik dan Agatha sebaliknya. Bahkan hebatnya lagi, Agatha sama Sophie bisa melalui dinding pembatas itu!!! Kalian harus baca percakapan Agatha sama refleksi dirinya sendiri di perbatasan itu. Percakapan kerennya itu yang ngebuat refleksi dirinya kalah dan akhirnya ngizinin dia masuk ke sekolah kejahatan. Arghhh! Soman Chainani pikirannya kece bagi saya.
Ada masalah lain... putra Raja Arthur ikut andil di dongeng ini. Namanya Tedros. Diceritain di sini Tedros itu ganteng, badannya bagus dan blablabla. Well, novel ini emang ngangkat bumbu romance sedikit, tapi gak apalah. Jujur aja, secara pribadi saya gak suka sama Tedros. Karena sebagai cowok Tedros ini bego! Kenapa saya bilang bego? Dia ini ragu-ragu dalam milih. Cinta sejati Tedros tuh aslinya Agatha, cuma bodohnya mata Tedros ini rada buta dan selalu ngira pasangannya itu Sophie.
Nah, seiring dengan berjalannya cerita, pokoknya nanti diceritain Agatha itu setia kawan dan bener-bener selalu nolongin serta nurutin egonya si Sophie. Di sini deh keliatan banget kalo Soman itu berusaha nanamin ke pembaca kalau Agatha emang pantes masuk sekolah kebaikan. Hati Agatha itu ternyata emang murni. Soman berasa kayak ngajarin ke kita kalau orang sarkas, buruk rupa, introvert, dan segala hal negatif lainnya itu belum tentu buruk secara keseluruhan. Nilailah sesuatu dari niat dan hatinya. Mellow gak sihhh?
Selama cerita ini juga ditunjukin banget sifat asli Sophie. Sophie itu punya keegoisan tingkat dewa dan menghalalkan segala cara buat dapetin apa yang dia mau. Tapi lagi-lagi si Soman ini pinterrrr! Dia selalu ngedeskripsiin kalo Sophie itu gak berniat jahat, dan selalu aja kasih alasan kenapa Sophie terpaksa lakuin hal itu (menurut saya sih alasannya gak logis. Intinya saya tahu Sophie itu jahat dan benci banget sama kelakuannya walaupun dia kasih alasan pembelaan di cerita ini kalau Sophie itu baik). Saya berasa dapet pelajaran kalau kita itu jangan mandang orang dari fisik dan mudah kepengaruh sama omongan/alasan orang doang. Intinya jangan mudah kehasut deh. Pikirin lagi pake logika dan lihat faktanya.
Balik lagi ke cerita. Tanpa mereka sadari, storian (penulis dongeng yang berupa pena bulu), udah nulis dongeng tentang mereka. Mereka gak bisa lari dan harus nyelesain perjalanan dongeng mereka sampe tuntas.
Ending ceritanya asdfghjkl bener-bener anti mainstream dan bikin saya mangappppp! Tapi di balik itu, ada arti persahabatan yang kental di sini. Salutlah sama Agatha yang berjiwa tegar serta ngehargain persahabatan banget. Bahkan Agatha itu rela banget ngelindungin Sophie yang bahkan udah jadi penyihir jahat serta niat bunuh dia. Pengorbanan abis!
Penulis: Soman Chainani
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
ISBN13: 9786022497561
Format: .pdf
Filesize: 7MB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.