REQUEST HRYADI YADI DARI GRUP superebooknovelgratis
Sinopsis:
Pembaca tersayang,
Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia. Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare.
Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan.
Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti.
Setiap tempat punya cerita.
Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Melbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura.
Enjoy the journey,
EDITOR
This is a book, by Winna, so it means, this book would never be bad. Winna is one of my favorite author, aside from Nina Ardianti (ini ditulis dengan tulus ikhlas, tanpa paksaan atau pun todongan penulisnya) and Windry Ramadhina. Saya selalu menyukai buku-buku Winna, selalu, tidak pernah tidak. Dan lalu, bagaimana dengan buku terakhirnya ini?
Sejak kalimat pertama pun, saya sudah jatuh hati pada buku ini, dan saya pun lantas jatuh hati pada Max, seorang laki-laki pemuja cahaya, dan lalu saya pun mulai terserap pada alunan musik dari lagu-lagu milik Laura, terserap pada pilihan lagu-lagunya yang memiliki lirik tidak biasa. Semuanya terasa manis, tenang, dan sekaligus muram, just exactly my right kind of book. Membaca buku Winna yang ini membuat saya seolah-olah sedang bergelung dalam mendung, jika kalian paham maksud saya. Saya sangat menyukai nuansa kelabu yang membalut buku ini.
Halaman demi halaman saya baca, ikut terpusar dalam kilas balik cerita Max dan Laura, tentang dua orang yang sudah menemukan belahan jiwa mereka, tapi lantas harus melepaskannya... Saya sangat memahami perasaan mereka. Tentang bagaimana ketika kamu pernah bersama yang kamu pikir sebagai yang terbaik, bersama seseorang yang membuatmu berbikir "he's the one", tapi lantas harus menerima kenyataan bahwa takdir mempermainkan kalian, dan semua itu hanya untuk sementara.
Semua itu selalu mendatangkan pertanyaan yang sama pada saya. Manakah yang lebih baik, pernah memiliki seseorang yang kamu tahu adalah belahan jiwamu, seseorang yang tepat, seseorang yang membuatmu berpikir "teristimewa" tapi lantas harus kehilangan dia, dengan semua perasaan luar biasa yang lantas berubah menjadi hanya kenangan, atau, tidak pernah memilikinya sama sekali. Tidak pernah tahu betapa istimewanya perasaan itu, sehingga untuk terus menjalani hidupmu yang kemudian biasa-biasa saja menjadi lebih mudah. Apakah ignorance would always be a bliss?
Saya terus larut dalam cerita, tapi lalu.....saya mulai merasakan suatu bentuk ketidaksukaan terhadap Laura. Memang, orang bilang everything is fair in love and war, but sometimes, tetap saja ada satu hal yang terlalu sakral, terlalu bersih, terlalu luar biasa untuk dikorbankan, bahkan atas nama cinta sekalipun. Dan buat saya, hal itu adalah persahabatan.
Saya adalah orang yang cukup beruntung karena diberkahi dengan sahabat-sahabat luar biasa dalam hidup saya. Seseorang yang saya kenal belasan atau tahunan yang lalu, namun saya tahu mereka akan selamanya ada di hidup saya. Orang-orang yang akan selalu menyediakan bahunya untuk saya, yang akan selalu mendengarkan saya, dan bahkan yang akan selalu menyampaikan hal-hal yang menyakitkan, namun benar, kepada saya, hanya untuk menjaga saya agar selalu berada di jalur yang benar. Dan bagi saya, orang-orang itu akan selalu menjadi di atas segalanya, termasuk di atas suatu bentuk ketertarikan, betapapun besarnya, atau betapapun terasa indahnya, dan bahkan di atas sesuatu yang mungkin saat itu bisa disebut cinta, jika ternyata cinta itu berarti mengambil sesuatu yang menjadi milik mereka.
Jadi buat saya, apa yang dirasakan oleh Laura tidak akan pernah benar.
Perasaan Laura untuk lelaki kedua itu membuat saya menganggapnya sebagai seorang drama queen, seseorang yang terlalu sibuk bergelimang dalam drama dan ketakutannya sendiri, yang membuat alasan-alasan konyol bahwa dia tidak layak bahagia, dan lantas memendam perasaan terhadap laki-laki lain yang tidak pernah menjadi haknya. Dalam hal ini, saya sangat setuju dengan Max. Tidak pernah ada alasan yang tepat untuk jatuh cinta pada laki-laki yang menjadi miliki sahabatmu, tidak pernah.
Tapi. untungnya, Winna tetap menjaga Laura di jalurnya, tidak sampai melenceng terlalu jauh, walaupun dia sudah kehilangan simpati saya. Dan saya rasanya ingin memeluk Max, hanya karena dia berani untuk terus selalu berada di sana.
Dan untuk semua hal yang ditulisnya, yang telah berhasil membuat perasaan saya campur aduk dan emosional hanya untuk sepenggal cerita, Winna sekali lagi berhasil membuat saya benar-benar mengerti, kenapa dia adalah penulis favorit saya.
Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia. Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare.
Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan.
Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti.
Setiap tempat punya cerita.
Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Melbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura.
Enjoy the journey,
EDITOR
This is a book, by Winna, so it means, this book would never be bad. Winna is one of my favorite author, aside from Nina Ardianti (ini ditulis dengan tulus ikhlas, tanpa paksaan atau pun todongan penulisnya) and Windry Ramadhina. Saya selalu menyukai buku-buku Winna, selalu, tidak pernah tidak. Dan lalu, bagaimana dengan buku terakhirnya ini?
Sejak kalimat pertama pun, saya sudah jatuh hati pada buku ini, dan saya pun lantas jatuh hati pada Max, seorang laki-laki pemuja cahaya, dan lalu saya pun mulai terserap pada alunan musik dari lagu-lagu milik Laura, terserap pada pilihan lagu-lagunya yang memiliki lirik tidak biasa. Semuanya terasa manis, tenang, dan sekaligus muram, just exactly my right kind of book. Membaca buku Winna yang ini membuat saya seolah-olah sedang bergelung dalam mendung, jika kalian paham maksud saya. Saya sangat menyukai nuansa kelabu yang membalut buku ini.
Halaman demi halaman saya baca, ikut terpusar dalam kilas balik cerita Max dan Laura, tentang dua orang yang sudah menemukan belahan jiwa mereka, tapi lantas harus melepaskannya... Saya sangat memahami perasaan mereka. Tentang bagaimana ketika kamu pernah bersama yang kamu pikir sebagai yang terbaik, bersama seseorang yang membuatmu berbikir "he's the one", tapi lantas harus menerima kenyataan bahwa takdir mempermainkan kalian, dan semua itu hanya untuk sementara.
Semua itu selalu mendatangkan pertanyaan yang sama pada saya. Manakah yang lebih baik, pernah memiliki seseorang yang kamu tahu adalah belahan jiwamu, seseorang yang tepat, seseorang yang membuatmu berpikir "teristimewa" tapi lantas harus kehilangan dia, dengan semua perasaan luar biasa yang lantas berubah menjadi hanya kenangan, atau, tidak pernah memilikinya sama sekali. Tidak pernah tahu betapa istimewanya perasaan itu, sehingga untuk terus menjalani hidupmu yang kemudian biasa-biasa saja menjadi lebih mudah. Apakah ignorance would always be a bliss?
Saya terus larut dalam cerita, tapi lalu.....saya mulai merasakan suatu bentuk ketidaksukaan terhadap Laura. Memang, orang bilang everything is fair in love and war, but sometimes, tetap saja ada satu hal yang terlalu sakral, terlalu bersih, terlalu luar biasa untuk dikorbankan, bahkan atas nama cinta sekalipun. Dan buat saya, hal itu adalah persahabatan.
Saya adalah orang yang cukup beruntung karena diberkahi dengan sahabat-sahabat luar biasa dalam hidup saya. Seseorang yang saya kenal belasan atau tahunan yang lalu, namun saya tahu mereka akan selamanya ada di hidup saya. Orang-orang yang akan selalu menyediakan bahunya untuk saya, yang akan selalu mendengarkan saya, dan bahkan yang akan selalu menyampaikan hal-hal yang menyakitkan, namun benar, kepada saya, hanya untuk menjaga saya agar selalu berada di jalur yang benar. Dan bagi saya, orang-orang itu akan selalu menjadi di atas segalanya, termasuk di atas suatu bentuk ketertarikan, betapapun besarnya, atau betapapun terasa indahnya, dan bahkan di atas sesuatu yang mungkin saat itu bisa disebut cinta, jika ternyata cinta itu berarti mengambil sesuatu yang menjadi milik mereka.
Jadi buat saya, apa yang dirasakan oleh Laura tidak akan pernah benar.
Perasaan Laura untuk lelaki kedua itu membuat saya menganggapnya sebagai seorang drama queen, seseorang yang terlalu sibuk bergelimang dalam drama dan ketakutannya sendiri, yang membuat alasan-alasan konyol bahwa dia tidak layak bahagia, dan lantas memendam perasaan terhadap laki-laki lain yang tidak pernah menjadi haknya. Dalam hal ini, saya sangat setuju dengan Max. Tidak pernah ada alasan yang tepat untuk jatuh cinta pada laki-laki yang menjadi miliki sahabatmu, tidak pernah.
Tapi. untungnya, Winna tetap menjaga Laura di jalurnya, tidak sampai melenceng terlalu jauh, walaupun dia sudah kehilangan simpati saya. Dan saya rasanya ingin memeluk Max, hanya karena dia berani untuk terus selalu berada di sana.
Dan untuk semua hal yang ditulisnya, yang telah berhasil membuat perasaan saya campur aduk dan emosional hanya untuk sepenggal cerita, Winna sekali lagi berhasil membuat saya benar-benar mengerti, kenapa dia adalah penulis favorit saya.
Penulis: Winna Efendi
Penerbit: Gagas Media
ISBN13: 9789797806453
Format: .pdf
Filesize: 36MB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.