Sinopsis:
Kupandangi kamu dengan wajah memelas. Berharap kamu mau menyingkap apa yang sedang kita alami sekarang. Kamu tetap pada pendirianmu, bungkam. Pura-pura tak ada hal besar yang baru saja terjadi.
Bagaimana mungkin semua baik-baik saja? Di hari pertunangan kita, segerombolan orang menyerbu rumah. Tembakkan diletuskan. Peluru. Jeritan orang-orang. Dan, kamu membawaku kabur masih dengan kebaya impian yang kini terasa menyiksa dipakai di saat yang tak sepantasnya.
Hari yang seharusnya bahagia, menjelma tegang dan penuh tanya. Kenapa kita harus lari? Belum cukupkah aku mengenalmu sejauh ini?
Aku tak siap menyambut kenyataan. Tak siap jika harus kehilangan. Tak kuat menahan rasa takut yang berkepanjangan.
Aku merasa sangat menyesal setelah membaca buku ini. Penyesalan yang bukan dalam arti buku ini tidak bagus, bukan jelas bukan itu. Aku menyesal kenapa aku tidak cepat-cepat menyelesaikan novel ini...
Wow, baca buku ini ibarat naik roller-coaster, kita dibuat sport jantung dengan alurnya yang naik turun. Ditambah kepiawaian penulis yang mampu menggambarkan adegan-adegan action secara detail, sehingga aku serasa mendapat front-row seat untuk menonton adegan-adegan itu secara live. Sewaktu si tokoh merasa curiga, aku pun ikut merasa curiga. Waktu dia merasa takut & bingung, aku pun turut merasakan hal yang sama.
Bukan, aku bukanlah orang yang empatis, yang bisa merasakan perasaan orang lain. Sang penulis lah yang berhasil membuatku bisa merasakan perasaan Kara, tokoh di dalam cerita ini melalui tulisannya.
Buku ini dimulai dengan scene yang cukup wow menurutku, sebagaimana digambarkan di blurb, hari itu adalah hari pertunangan Zeno dan Kara. Hari yang seharusnya membahagiakan bagi Kara mendadak berubah menjadi mencekam dan penuh dengan teror karena kehadiran tamu-tamu tak diundang bersenjata api yang merupakan kroco Lintang Samudera. Zeno yang tak ingin Kara terluka akhirnya membawanya pergi secara diam-diam. Kara yang kebingungan dan kalut mau tak mau mengikuti tunangannya itu.
Kara kemudian dibawa bersembunyi dari kejaran orang-orang yang mengincar nyawanya dan nyawa Zeno. Ia pun harus menyamar & merubah penampilannya. Sesampainya di apartemen Zeno, ia mendapat panggilan dari salah satu pelanggan dari tokonya. Pelanggan tersebut menyampaikan suatu pesan yang aneh, ia mewanti-wanti Kara agar waspada terhadap Zeno. Kara merasa Zeno yang membawanya kabur berbeda dengan Zeno yang biasanya ia kenal. Apalagi Zeno menolak untuk memperjelas keadaan pada Kara karena alasan keamanan.
Kara pun mulai menaruh rasa curiga terhadap Zeno. Dari apartemen Zeno, mereka menuju satu safehouse di daerah Bekasi. Tak disangka, nyawa Kara hampir melayang oleh peluru Sniper. Ia pun berusaha untuk kabur dari safehouse itu. Dalam usahanya untuk kabur, ia dihadang oleh kroco LS. Untungnya Zeno berhasil menyelamatkan Kara untuk kedua kalinya. Perjalanan pun dilanjutkan ke Bandung. Disinilah akhirnya cerita mencapai klimaks dengan scene penculikan lengkap dengan adegan baku tembak. Scene ini lah yang berhasil membuat saya ternganga-nganga saking serunya. Disitu terungkap juga pengkhianat yang memberikan info kepada kroco LS untuk menangkap Zeno dan Kara.
Selama ini Kara sangat menghindari laki-laki dengan profesi yang membahayakan nyawanya karena ayahnya yang seorang anggota kepolisian meninggal waktu menjalankan tugas. Kara pun dibuat kaget begitu mengetahui Zeno ternyata menjalankan profesi yang juga mengancam nyawa.
Menurutku, buku ini cukup sukses sebagai debut penulis yang mengusung tema action romance. Tidak kalah deh sama buku-buku action luar. Aku dibuat terpesona dengan adegan klimaks yang walaupun sebenarnya agak klise dalam dunia action, tetapi penulis berhasil membangkitkan suasananya. Aku suka dengan adegan waktu Violet dan Dewo, rekan kerja Zeno mengumpulkan info di kantor LS. Berasa banget deg-degannya. Aku juga suka sama nama-nam samaran yang diberikan penulis pada anggota team Zeno. Dan untuk Zeno, aku bisa merasakan besarnya rasa cinta dan sayangnya pada Kara, istilah kerennya protective instinct lah.
"There’s no safer place in the world than right here with me, Kara.”
Kalau ada cowo yang ngucapin kalimat tersebut kepadaku, mungkin aku pun bakal klepek-klepek terkena pesonanya.
Namun, dibalik semua cerita dalam buku ini, aku masih merasakan ada sesuatu yang mengganjal, terutama di bagian menuju endingnya. Walau memang itu hanyalah sebuah karya fiksi, aku masih menanyakan kenapa hukuman yang diterima hanya 1 bulan apalagi kejadian penembakannya itu di area publik yang pastinya melibatkan banyak orang.
Endingnya pun dibuat agak menggantung, coba kalau buku ini ditutup dengan happy ending layaknya sebuah buku romance, lengkap dengan adegan Zeno & Kara plus anak-anaknya, pasti saya gak akan segan untuk menobatkan buku ini sebagai salah satu karya lokal terbagus yang pernah saya baca.
Bagaimana mungkin semua baik-baik saja? Di hari pertunangan kita, segerombolan orang menyerbu rumah. Tembakkan diletuskan. Peluru. Jeritan orang-orang. Dan, kamu membawaku kabur masih dengan kebaya impian yang kini terasa menyiksa dipakai di saat yang tak sepantasnya.
Hari yang seharusnya bahagia, menjelma tegang dan penuh tanya. Kenapa kita harus lari? Belum cukupkah aku mengenalmu sejauh ini?
Aku tak siap menyambut kenyataan. Tak siap jika harus kehilangan. Tak kuat menahan rasa takut yang berkepanjangan.
Aku merasa sangat menyesal setelah membaca buku ini. Penyesalan yang bukan dalam arti buku ini tidak bagus, bukan jelas bukan itu. Aku menyesal kenapa aku tidak cepat-cepat menyelesaikan novel ini...
Wow, baca buku ini ibarat naik roller-coaster, kita dibuat sport jantung dengan alurnya yang naik turun. Ditambah kepiawaian penulis yang mampu menggambarkan adegan-adegan action secara detail, sehingga aku serasa mendapat front-row seat untuk menonton adegan-adegan itu secara live. Sewaktu si tokoh merasa curiga, aku pun ikut merasa curiga. Waktu dia merasa takut & bingung, aku pun turut merasakan hal yang sama.
Bukan, aku bukanlah orang yang empatis, yang bisa merasakan perasaan orang lain. Sang penulis lah yang berhasil membuatku bisa merasakan perasaan Kara, tokoh di dalam cerita ini melalui tulisannya.
Buku ini dimulai dengan scene yang cukup wow menurutku, sebagaimana digambarkan di blurb, hari itu adalah hari pertunangan Zeno dan Kara. Hari yang seharusnya membahagiakan bagi Kara mendadak berubah menjadi mencekam dan penuh dengan teror karena kehadiran tamu-tamu tak diundang bersenjata api yang merupakan kroco Lintang Samudera. Zeno yang tak ingin Kara terluka akhirnya membawanya pergi secara diam-diam. Kara yang kebingungan dan kalut mau tak mau mengikuti tunangannya itu.
Kara kemudian dibawa bersembunyi dari kejaran orang-orang yang mengincar nyawanya dan nyawa Zeno. Ia pun harus menyamar & merubah penampilannya. Sesampainya di apartemen Zeno, ia mendapat panggilan dari salah satu pelanggan dari tokonya. Pelanggan tersebut menyampaikan suatu pesan yang aneh, ia mewanti-wanti Kara agar waspada terhadap Zeno. Kara merasa Zeno yang membawanya kabur berbeda dengan Zeno yang biasanya ia kenal. Apalagi Zeno menolak untuk memperjelas keadaan pada Kara karena alasan keamanan.
Kara pun mulai menaruh rasa curiga terhadap Zeno. Dari apartemen Zeno, mereka menuju satu safehouse di daerah Bekasi. Tak disangka, nyawa Kara hampir melayang oleh peluru Sniper. Ia pun berusaha untuk kabur dari safehouse itu. Dalam usahanya untuk kabur, ia dihadang oleh kroco LS. Untungnya Zeno berhasil menyelamatkan Kara untuk kedua kalinya. Perjalanan pun dilanjutkan ke Bandung. Disinilah akhirnya cerita mencapai klimaks dengan scene penculikan lengkap dengan adegan baku tembak. Scene ini lah yang berhasil membuat saya ternganga-nganga saking serunya. Disitu terungkap juga pengkhianat yang memberikan info kepada kroco LS untuk menangkap Zeno dan Kara.
Selama ini Kara sangat menghindari laki-laki dengan profesi yang membahayakan nyawanya karena ayahnya yang seorang anggota kepolisian meninggal waktu menjalankan tugas. Kara pun dibuat kaget begitu mengetahui Zeno ternyata menjalankan profesi yang juga mengancam nyawa.
Menurutku, buku ini cukup sukses sebagai debut penulis yang mengusung tema action romance. Tidak kalah deh sama buku-buku action luar. Aku dibuat terpesona dengan adegan klimaks yang walaupun sebenarnya agak klise dalam dunia action, tetapi penulis berhasil membangkitkan suasananya. Aku suka dengan adegan waktu Violet dan Dewo, rekan kerja Zeno mengumpulkan info di kantor LS. Berasa banget deg-degannya. Aku juga suka sama nama-nam samaran yang diberikan penulis pada anggota team Zeno. Dan untuk Zeno, aku bisa merasakan besarnya rasa cinta dan sayangnya pada Kara, istilah kerennya protective instinct lah.
"There’s no safer place in the world than right here with me, Kara.”
Kalau ada cowo yang ngucapin kalimat tersebut kepadaku, mungkin aku pun bakal klepek-klepek terkena pesonanya.
Namun, dibalik semua cerita dalam buku ini, aku masih merasakan ada sesuatu yang mengganjal, terutama di bagian menuju endingnya. Walau memang itu hanyalah sebuah karya fiksi, aku masih menanyakan kenapa hukuman yang diterima hanya 1 bulan apalagi kejadian penembakannya itu di area publik yang pastinya melibatkan banyak orang.
Endingnya pun dibuat agak menggantung, coba kalau buku ini ditutup dengan happy ending layaknya sebuah buku romance, lengkap dengan adegan Zeno & Kara plus anak-anaknya, pasti saya gak akan segan untuk menobatkan buku ini sebagai salah satu karya lokal terbagus yang pernah saya baca.
Penulis: Rhein Fathia
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN13: 9786022910893
Format: .pdf
Filesize: 1MB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.