Sinopsis:
Cacatnya Harian Padi Baiq : Drunken Molen
Saya bangun siang. Tapi itu masih mending, masih jam sembilan, karena biasanya saya bangun jam dua belas siang. Saya memang pemalas, tapi untuk apa saya rajin kalau saya merasa diri sudah pandai. Samalah itu seperti halnya kamu, tidak perlu hemat lagi, karena kamu sudah kaya, sudah mendapatkan pangkalnya .... ("Sales Badminton")
Buku ini jangan dibaca.
- Jaya Suprana, Pakar Kelirumologi
Sensasi kegilaan yang sama dengan memacu motor dalam gelap malam tanpa lampu penerangan. Selalu ada kejutan yang tak terduga.
- Haji Tegep, Bikers Brotherhood MC
Buku ini sangat aneh. Walaupun saya belum membacanya.
- Candil, Vokalis SEURIEUS
Senin, 23 Maret 2009
setting : KRL
Pagi yang cerah setelah sesorean kemarin hujan besar yang mengakibatkan halaman depan dan belakang nampak seperti kolam, buku yang kuputuskan menemani perjalanan pagi ini adalah Drunken Molen, karya Pidi Baiq.
Sesampai di stasium yang alhamdulillah, KRL langganannya masih ada, langsung ngambil gerbong nomer 2 dari depan dan buka kursi lipat (maklum, orang telat nggak kebagian kursi resmi ).
Sempat tengok kiri kanan, ya ampun.. bener nggak ya aku bakal baca buku ini disini? Nanti kalo ngikik-ngikik gak jelas, diliatin orang-orang , dianggap penumpang tak berbudaya lagi. Ternyata hanya ada ibu-ibu dan bapak-bapak di sekelilingku yang asyik baca koran, membuatku tak merasa bersalah untuk membuka buku ini. Cuek ajalah, kalo emang ceritanya lucu dan harus ketawa, kan nggak kenal ini sama sebelah.
Sesudah Syukuran Naruto, sampai di kisah Drunken Molen, agak terhenyak karena ceritanya biasa aja. Kurang lucu. Ato karena masih jaim takut diliatin ma sebelah? Tapi yang di Dirgahayu Bolu Ketek mengharukan, soalnya doorprizenya lucu-lucu.
Mulai deh senyum-senyum sendiri.. Ketika mendongak, wah, sekarang di depanku ada mas-mas dengan pakaian rapi lengan panjang garis-garis bawa tas ransel dengan merk terkenal, entah dia sales asuransi atau asisten manager bank terkenal, yang langsung memalingkan pandangannya ketika aku melihatnya. Ih, ketangkep basah nih yee.. Mau juga mas baca bukunya.. (kalau aku Pidi Baiq, pasti orang ini udah tak ajak ngobrol).
Jadi sekalian takpameri bukunya di mukanya dia (lha KRL tambah penuh). Sayang sekali cerita berikutnya ”TTS Kebut, I Am Sterdan, SMP Lion King”, mampu membuat aku jaim dan hanya senyam senyum norak.
Namun ”Tangga Studio Foto, Patung Pengamen, Basa Basi Bisu” bisa membuat ketawa karena... ya ampyun.. ancur banget sih ni orang. Ups, untung ketawanya ditutupi buku, jadi nggak keliatan ma mas-mas sales asuransi alias asisten manager. Atau mungkin juga dia denger? Posisi udah berdiri nih, siap-siap turun. Mungkin kalau mas-mas itu ketemu aku kemarin waktu aku lagi baca ’Kota Rumah Kita’ Marco Kusumawijaya, persepsinya tentang diriku akan beda daripada sekarang. Mungkin dia akan berpikir diriku adalah cewek pemerhati kota, bukannya pembaca kumpulan komedi seperti sekarang. Atau mungkin juga dia tidak berpikir apa-apa.. Memangnya di dalam KRL harus mikir? Ada juga harus jaga keseimbangan kan..
o ow, pintu dimana aku berdiri berhenti tepat di alur sebrangan stasiun manggarai. Ketika pintu terbuka, jadi harus lompat 60 cm. Hop!
Di siang hari bolong
setting: ruang makan kantor
Sesempatnya dibaca 'Cuidad de La Habana'ngapain sih orang ini ke Havana? kekurangan orang lucu ta? 'Lowongan Mulia' ini sih sumpah kerjaan iseng banget, tapi bisa buat pertimbangan kalo ngirim lamaran ini ke mantan bos yang buka lowongan. ' Djoko Gledek' mhhk.. bikin keselek minum ngebayangin anehnya muka si pelayan ngeliat Pidi ngobrol ma 'teman khayalannya'
Sesudah Badai
setting : KRL (lagi)
Tau nggak, gara-gara aku baca Pidi Baiq lagi, tadi hujan badai di Jakarta.. Duh, bunyinya menderu-deru sampe atap pada bocor dan sebagian penghuninya berpindah tempat.
Jadilah abis magrib aku pulang dengan keinginan yang besar untuk menyelesaikan buku ini. Waduh, ternyata karena tadi hujan jadi KRL telat dan penuuh banget, aku cuma dapet nyempil di pintu dan senderan cari posisi senyaman mungkin untuk ngikik.. Seraya melongok-longok mana ya manusia serupa mas-mas tadi pagi, adanya cuma sekumpulan manusia berwajah Garut (emang sunda pisan tampangnya).
Membaca 'Serabi The Beatles', 'The Nazar', 'Berburu UFO' adalah sisi lain Pidi sebagai manusia kaya yang baik hati yang lebih suka beramal daripada pelit, namun juga menimbulkan kesan iseng tiada duanya.
Akhirnya aku ketawa terkekeh2 di depan sekumpulan manusia Garut tersebut membaca cerita 'Napak Tilas' Oh, mengapa jadi sepi rumah ini? Oh, mengapa saya jadi nanya itu terus? Ibu belum pulang juga dari pergi. Ingat ibu lagi, ibu saya yang kini tua adalah yang dulu lincah, adalah yang dulu pernah jadi instruktur senam pada setiap jumat pagi di GSG. Itu ibu adalah ibu saya yang pada suatu hari, sepulang dari GSG, tanya-tanya cari tahu siapa orangnya yang sudah sengaja menukar isi kaset SKJnya dengan kaset ceramah Zaenuddin MZ., sehingga bukan musik SKJ yang lalu terdengar oleh ibu-ibu yang siap senam, tapi suara Bapak Haji Zaenudin MZ menyapa "assalamualaikum" untuk memulai ceramahnya.
Entah kenapa bagian ini lucu banget, sampe ketika mengetiknyapun aku ketawa lagi. Gak kebayang aja muka ibu-ibu itu, atau ngebayangin muka ibuku sendiri (yang juga ngajar senam lansia) kalo ada anaknya yang bandel ngerjain dia kayak gini..
Kikikik...
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: DAR! Mizan
ISBN13: 9789797529890
Format: .pdf
Filesize: 3MB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.