Dua minggu menjelang pernikahan Arif Karnel dengan mirna Sasongko. Keduanya tengah sibuk mempersiapkan segala keperluan acara. Gedung pertemuan dan katering, pakaian pengantin, kartu undangan, dan seribu satu urusan lain yang kalau diperinci satu per satu bisa tak kepalang banyaknya.
Hal itu membuat mereka tak habis pikir kenapa urusan perkawinan tak bisa dibuat sesederhana mungkin. Bukankah yang penting itu tujuannya, bukan proses? Tetapi pertanyaan itu disuarakan antara mereka berdua saja sebagai pelampiasan kekesalan terhadap kecerewetan orangtua mereka.
masih ada yang kurang, harus begini dan begitu, ini salah dan itu salah.
Kalau mirna mencoba protes, nani Sasongko, ibunya, punya alasan yang sangat bagus untuk meredam protes tersebut. ”Kamu anak tunggal, begitu pula Arif. Jadi kami hanya sekali ini menikahkan anak. Tak ada kedua kali. Karena itu biarkan kami yang mengatur. Kamu ikut saja!”
Pendapat serupa juga diutarakan oleh orangtua Arif, Andre dan Dana Karnel. Pendek kata, orangtua keduanya selalu sepakat dalam pendirian dan keputusan sehingga kekompakan mereka sulit ditentang. ”Jangan mengeluh capek, karena kamilah yang paling capek. Kalian tinggal menurut. Tahu beres!” begitu kata Dana, ibu Arif.
Dalam keadaan seperti itu, tentu saja orangtua tak mau tahu atau mengerti bahwa menurut pun bisa sangat melelahkan. membuat kenyamanan dan ketenangan berkurang. Untunglah, kedua muda-mudi itu bisa saling menghibur. Tak lama lagi, hiruk-pikuk ini akan selesai dan terlewatkan.Yang penting masa depan, sesudah pesta pernikahan.
Judul : Pernikahan Yang Agung
Karya : V. Lestari
Download : Pernikahan Yang Agung.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.