Sanur adalah natah, adalah rumah, adalah kampung halaman. Sanur tak bisa diabaikan dalam perjalanan seni rupa modern di Bali. Sebab, sejak awal tahun 1930-an, Sanur telah dikenal sebagai salah satu pusat seni rupa. Posisi ini diperkuat dengan berkembangnya Sanur sebagai daerah tujuan wisata pertama dan pasar benda-benda seni rupa, seperti lukisan, patung, keramik dan sebagainya. Bahkan saat itu banyak pelukis Ubud memasarkan karya-karyanya di sejumlah artshop milik orang asing dan pribumi di Sanur.
Ketika di Ubud berkembang organisasi perupa “Pita Maha” pada tahun 1935-an, di Sanur juga menjamur corak seni lukis gaya Sanur yang kemudian oleh para pengamat dan penulis asing disebut “Sanur School.” Rudolf Bonnet dan Walter Spies yang dianggap sebagai “mahaguru” para pelukis Ubud juga sering berkunjung ke Sanur untuk melihat perkembangan dan membimbing sejumlah pelukis disana. Saat itu, motivator utama pelukis Sanur adalah Neuhaus bersaudara (Tuan Be) yang juga memiliki artshop besar di kawasan Pantai Sindhu.
Neuhaus merupakan patron, motivator sekaligus art dealer bagi pertumbuhan pelukis “Sanur School.” Ada sejumlah pelukis yang menonjol saat itu, seperti Ida Bagus Rai Griya, I Gusti Made Rundu, Ida
Bagus Pugug, I Sukaria, I Pitja, Ida Bagus Nyoman Rai, I Gusti Made Oka (A.A Made Rum), dan Ketut Regig. Para pelukis ini, selain menggarap tema pewayangan juga melukis kehidupan sehari-hari, terutama fragmen-fragmen kehidupan nelayan dan petani.
Sampai saat ini karya-karya pelukis generasi “Sanur School” masih tersimpan rapi di beberapa museum dalam dan luar negeri. Beberapa diantaranya menjadi koleksi Museum Bali, Museum Puri Lukisan, Museum Sono Budoyo (Yogyakarta), Gedong Kirtya, Pusat Dokumentasi Budaya Bali, Taman Budaya Bali, Istana Negara RI, Tropen Museum (Belanda), Museum Voon Ryikskunde Leiden (Belanda), Museum Volkerkunde Basel (Swiss).
Generasi “Sanur School” perlahan hilang ditelan sejarah. Ada sejumlah situasi dan kondisi yang menyebabkan perkembangan seni lukis Sanur tersendat-sendat. Diantaranya adalah hilangnya patron, kurangnya kaderisasi, tidak adanya wadah yang jelas dan kuat, dan pencitraan Ubud—terutama oleh media massa dan penulis seni rupa—sebagai sejarah tunggal kelahiran seni lukis modern di Bali. Namun, sesungguhnya ada dua terminal atau titik perjalanan seni lukis modern di Bali, yakni: Sanur dan Ubud.
Satu Natah Tiga Langit adalah sebuah buku Katalog dari 10 Seniman Lukis Sanur Bali :
Baca - Download : Google Drive
Jumat, 04 November 2016
Satu Natah Tiga Langit
About JOKO
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design
Senirupa
Label:
Art & Culture,
Katalog,
Senirupa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.